Kajian Metafora dan Metonimi Karya Claude Monet
KAJIAN METAFORA DAN METONIMI KARYA
SENI CLAUDE MONET
A.
PENGANTAR
Karya yang akan dikaji dalam materi ini adalah karya
Claude Monet dengan judul “ Woman With a Parasol Madame Monet and Her Son” dan
karya Claude Monet yang berjudul “ Wanita-Wanita di Kebun ” .
Karya pertama karya Claude Monet dengan judul “
Woman With a Parasol Madame Monet and Her Son” ini dibuat dengan media kanvas
dengan menggunakan media cat minyak,dan ukuran media yang digunakan berukuran
100x81 cm dengan bingkai 119,4x99,7 cm. karya
ini telah dipajang oleh kolektor Tn. Dan.Paul Mellon.
Woman With a Parasol dilukis di luar ruangan,
mungkin dalam satu sesi dengan durasi beberapa jam. Seniman itu bermaksud untuk
menyampaikan perasaan tamasya keluarga biasa daripada potret formal, dan
menggunakan pose dan penempatan untuk menyarankan bahwa istri dan putranya
mengganggu jalan-jalan mereka sementara dia menangkap gambar mereka. Singkatnya
momen yang digambarkan di sini disampaikan oleh perbendaharaan sapuan kuas
animasi berwarna cerah, ciri khas gaya Monet berperan penting dalam
pembentukan. Sinar matahari yang cerah bersinar dari belakang Camille untuk
memutihkan bagian atas payungnya dan kain yang mengalir di punggungnya,
sementara pantulan berwarna dari bunga-bunga liar di bawah menyentuh bagian
depannya dengan warna kuning.
Karya kedua yang akan dibahas Claude Monet dengan
judul “ Wanita-Wanita di Kebun” dibuat pada tahun 1867 dengan media kanvas dan
cat minyak yang berukuran 82x101 cm. lukisan ini beraliran sang pelukis, Aliran
Impresionisme. Lukisan ini dipajang dilokasi Laguna Hills, AS.
Wanita dalam lukisan itu adalah Jeanne-Marguerite
Lecadre, istri muda dari sepupunya yang kaya raya, Paul-Eugene Lecadre.
Keluarga Lecadres tinggal di Le Havre dan memiliki rumah pedesaan, Le Coteau,
di dekat Sainte-Adresse, yang tamannya dibuat lukisan saat kunjungan singkat. Analisis
sinar-X mengungkapkan bahwa itu sebenarnya dilukis di atas gambar sebelumnya.
Gaya lukisannya cukup tersusun dan terperinci, tidak seperti karya impresionis yang kemudian diakui oleh Monet. Tiga objek utama, Jeanne-Marguerite, semak mawar berbunga tengah di tempat tidur bunga merah cerah dan semak berbunga di sebelah kanan memberikan struktur yang teratur dan gaun putih terang Jeanne-Marguerite sangat kontras dengan warna merah, merah muda dan hijau taman. tanaman dan pohon. Subjek meramalkan gairah seumur hidup Monet untuk melukis bunga dan taman dalam suasana alami.
B.
PEMAHAMAN TENTANG METAFORA DAN METONIMI
Metafora adalah pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan
arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau
perbandingan. Metafora merupakan salah satu majas.
Seperti halnya majazi dalam bab kata dan makna (ilmu logika), makna yang
terkandung dalam majas metafora adalah suatu peletakan kedua dari makna
asalnya, yaitu makna yang bukan menggunakan kata dalam arti sesungguhnya,
melainkan sebagai kiasan yang berdasarkan persamaan dan perbandingan.
Metonimi merupakan bentuk ungkapan
perlambangan, selain metafora, yang sering digunakan oleh penutur bahasa dalam
bahasa kesehariannya. Berkomunikasi secara metonimis meniscayakan kehadiran dua
konsep yang saling bertalian, sehingga manakala satu konsep dikomunikasikan,
muncul konsep lain yang menjadi acuannya. Secara empiris banyak ungkapan
metonimis digunakan di media massa di Indonesia. Kenyataan berbahasa ini
menunjukkan adanya kecenderungan penutur bahasa Indonesia berkomunikasi secara
terlambangkan. Tingkat keterbacaan makna dari model komunikasi metonimis, dari
sisi mitra tutur, bergantung kepada derajat kemenyeluruhan pengetahuan mira
tutur terhadap konsep pengacunya. Semakin lengkap pengetahuan mitra tutur
terhadap konsep pengacu, semakin tinggi derajat keterbacaan pesan metonimisnya;
demikian sebaliknya. Di samping itu, koteks dan konteks tuturan metonimis
berperan memandu untuk tercapainya makna termaksud. Berdasarkan data yang
ditemukan, banyak kata benda (konkrit) yang berupa proper noun yang
diberdayakan secara metonimis. Pemetonimisan kategori tersebut membuktikan
telah terjadinya perubahan semantis dari ungkapan pengacu. Perubahan semantis
ini menunjukkan telah tersemantikkannya ungkapan pengacu tersebut. Fenomena
linguistis ini menunjukkan adanya konvensionalisasi metonimis suatu unit
lingual. Gejala berbahasa ini menunjukkan bahwa metonimi berperan sebagai ragam
penggunaan bahasa secara tafsiri yang merupakan bentuk proses kreatif penutur
bahasa.
1.
METAFORA
Dijelaskan Roman Jakobson sebagai hubungan
antartanda secara paradigmatik. Analoginya adalah seperti hubungan saudara.
Jadi, suatu tanda memiliki kesamaan (similarity) dengan
tanda-tanda yang lain. Hubungannya adalah kesamaan tersebut. Maka, menggunakan
metafora, seseorang berarti harus melakukan seleksi; dia harus
memilih salah satu dari antara tanda-tanda yang sama tersebut. Sehingga, suatu
tanda berhubungan dengan tanda-tanda lain yang mirip (similar)
dengannya, dan tanda-tanda lain tersebut hadir secara laten (in absentia).
Makna akan muncul dari hubungan tanda satu
dengan tanda-tanda lain yang hadir secara laten tersebut. Semakin kuat suatu
tanda menghadirkan tanda-tanda lain yang laten tersebut, semakin kuat pula
tanda tersebut menghadirkan makna. Misalnya, kata “lapar” seperti dalam contoh
di atas, dapat diganti dengan “perut keroncongan” (perut kok bisa main
keroncong?); dan frasa “sepeda motor” dalam contoh di atas dapat diganti dengan
frasa “kuda besi” (kuda yang terbuat dari besi?). Sehingga, contoh kalimat di
atas dapat saya ubah seperti berikut, “Perut saya keroncongan dan
tepat di tepi jalan ada Warung Makan Tegal. Maka saya menepikan kuda
besi, masuk ke warung tersebut, dan memesan nasi opor ayam serta es teh
manis.” Contoh lain, misalnya kita pakai kata “manis”. “Wajah gadis itu manis.”
Wajah kok “manis”? Yang manis itu es teh atau permen atau gula. Wajah itu
“cantik”. Akan tetapi, kata “manis” dalam “Wajah gadis itu manis,” menghadirkan
kata “cantik”. Frase “perut keroncongan” menghadirkan kata “lapar”. Dan, frasa
“kuda besi” menghadirkan frasa “sepeda motor”.
2.
METONIMI
Roman Jakobson menjelaskan METONIMIA sebagai
hubungan antartanda secara sintagmatik. Analoginya adalah seperti “hubungan
tetangga”. Tanda dihubungkan dengan tanda lain di sekitarnya sehingga
menghasilkan rangkaian sintagma. Hubungannya ibarat sebuah gerendel rantai yang
saling terkait satu dengan yang lain; bergandengan dengan kanan-kirinya.
Hubungannya pun berurutan/berangkaian, yang satu mengikuti yang
lain.
Beberapa tanda pokok membentuk suatu tanda.
Tanda tersebut kemudian dikombinasikan dengan tanda-tanda yang lain sehingga
menjadi suatu unit tanda yang sederhana. Unit tanda yang sederhana itu
menemukan makna/konteksnya ketika dihubungkan dengan (atau bersama unit tanda
sederhana lain membentuk suatu) unit tanda yang lebih rumit. Secara sederhana,
saya mengkombinasikan tanda-tanda menjadi suatu unit tanda, misalnya “Saya
lapar.” Kemudian, unit tanda sederhana itu saya kombinasikan dengan unit tanda
sederhana lain, misalnya “Saya lapar dan tepat di tepi jalan ada Warung Makan
Tegal. Maka saya menepikan sepeda motor, masuk ke warung tersebut, dan memesan
nasi opor ayam serta es teh manis.” Saya dinilai dari gabungan tanda yang saya
buat, yaitu bahwa “saya lapar” dan kemudian “saya makan”. Gabungan tanda yang
saya buat itu pun menjadi konteks, yaitu “peristiwa saya lapar dan makan di
Warung Makan Tegal”.
C.
ANALISIS METAFORA PADA
LUKISAN “Woman With a Parasol Madame Monet and
Her Son ” CLAUDE MONET
Wanita dengan Payung -
Nyonya Monet dan Putranya , kadang-kadang dikenal sebagai The Stroll (bahasa
Prancis: La Promenade ) adalah lukisan cat minyak di atas kanvas oleh Claude
Monet dari tahun 1875. Karya impresionis menggambarkan istrinya Camille Monet dan
putra mereka Jean Monet di periode dari 1871 hingga 1877 ketika mereka tinggal
di Argenteuil , mengabadikan momen saat berjalan-jalan di hari musim panas yang
berangin.
Kombinasi
Seleksi
|
|
![](file:///C:/Users/Lenovo/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
|
Anak |
||
Payung |
||
|
||
|
Sapuan kuas Monet yang
ringan dan spontan menciptakan percikan warna. Tabir Nyonya Monet tertiup
angin, demikian pula gaun putihnya yang mengembang; rerumputan di padang rumput
bergema di bawah hijau payungnya. Dia terlihat seolah-olah dari bawah, dengan
perspektif ke atas yang kuat, terhadap awan putih halus di langit biru. Seorang
anak laki-laki, putra Monets yang berusia tujuh tahun, ditempatkan lebih jauh,
tersembunyi di balik kenaikan di tanah dan hanya terlihat dari pinggang ke
atas, menciptakan rasa kedalaman.
Karya itu adalah lukisan bergenre adegan keluarga sehari-hari, bukan potret formal. Karya itu dilukis di luar ruangan, udara terbuka , dan dengan cepat, mungkin dalam satu periode beberapa jam saja. Mengukur 100 × 81 sentimeter (39 × 32 in), karya terbesar Monet di tahun 1870-an, dan ditanda tangani "Monet 75 "di sudut kanan bawah.
D.
ANALISIS METONIMI PADA
LUKISAN “
Wanita-Wanita di Kebun” CLAUDE MONET
Claude Monet (1840-1926)
menciptakan Women in the Garden (Femmes au jardin) pada tahun 1866 dan umumnya
dianggap sebagai karya pertamanya untuk menangkap apa yang akan menjadi tema
utamanya: interaksi cahaya dan atmosfer. Dia menggunakan kanvas format besar,
yang secara tradisional disediakan untuk tema-tema sejarah, sebagai gantinya
menciptakan adegan intim empat wanita berpakaian putih di bawah naungan
pepohonan di samping jalur taman. Walaupun lukisan itu tidak dianggap sebagai
karya terbaiknya, lukisan itu benar-benar membuktikannya sebagai pemimpin dalam
gerakan Impresionis yang muncul.
Kombinasi
Kombinasi
|
![](file:///C:/Users/Lenovo/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image008.gif)
Persatuan |
||
Kesetaraan |
||
Kebahagiaan |
||
|
Setelah melihat kerangka metonimis,
dapat disimpulakan bahwa unsur-unsur pada poros seleksi (paradigmatis), yaitu :
Rumah Tangga, persatuan, kesetaraan, kebahagiaan,dan istri, adalah ekuivalen,
dengan prinsip keberdampingan (kontiguitas), untuk dikombinasikan secara
sintagmatis dengan unsur lain
E. RANGKUMAN
Dari analisis di atas maka dapat kita
simpulkan bahwa metafora pada “Woman With a Parasol Madame Monet and Her Son ”
yaitu adanya analogi, kemiripan antar unsure-unsur yang ada di lukisan tersebut.
Kemudian pada monument “Women in the Garden”, metonimi di dalamnya yaitu
terdapat adanya kesan kebersamaan didalamnya.
Komentar
Posting Komentar